Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah

Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah adalah sebuah provinsi di bagian tengah Pulau Sulawesi, Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Palu. Luas wilayahnya 61.841,29 km², dan jumlah penduduknya 3.222.241 jiwa (2015). Sulawesi Tengah memiliki wilayah terluas di antara semua provinsi di Pulau Sulawesi, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Pulau Sulawesi setelah provinsi Sulawesi Selatan. 

Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.

Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Berikut Penjelasan mengenai Kebudayaan Sulawesi Tengah:

1. Rumah Adat Sulawesi Tengah - Rumah Tambi
Rumah Tambi adalah rumah adat masyarakat Sulawesi Tengah pada umumnya, yaitu dari bebagai golongan masyarakat. Bentuk rumah tambi ini adalah persegi panjang dengan ukuran rata-rata 7x5 m2. Rumah tambi dibuat menghadap kearah utara-selatan, dan tidak boleh menghadap atau membelakangi arah matahari. Apabila dilihat secara sekilas, konstuksi rumah ini seperti jamur berbentuk prisma yang terbuat dari daun rumbia atau ijuk.

Salah satu keunikan rumah tambi yang berbentuk rumah panggung ini adalah atapnya yang juga berfungsi sebagai dinding. Alas rumah tersebut terdiri dari susunan balok kayu, sedangkan pondasinya terbuat dari batu alam. Akses masuk ke rumah ini melalui tangga, jumlahnya berbeda sesuai tinggi rumahnya. Tambi yang digunakan masyarakat biasa memiliki anak tangga berjumlah ganjil dan untuk ketua adat berjumlah genap.

Tiang-tiang penopang rumah tambi terbuat dari kayu bonati. Di dalamnya hanya terdapat satu ruang utama (lobona) yang dibagi tanpa sekat dan memiliki kamar-kamar, hanya pada bagian tengah lobona terdapat rapu (dapur) yang sekaligus menjadi penghangat ruangan ketika cuaca dingin. Penghuninya tidur menggunakan tempat tidur yang terbuat dari kulit kayu nunu (beringin). Sedangkan di sekeliling dinding rumah ini membentang asari (para-para) yang serbaguna, bisa dijadikan tempat tidur yang berpembatas, tempat penyimpanan benda pusaka atau benda-benda berharga lainnya.

Rumah Tambi memiliki ukiran di bagian pintu dan dindingnya yang berfungsi sebagai hiasan. Motif ukiran tersebut terutama berbentuk binatang atau tumbuh-tumbuhan. Terdiri atas ukiran pebaula (kepala kerbau) dan bati (ukiran berbentuk kepala kerbau, ayam dan babi). Pebaula meurpakan simbol kekayaan, dan bati merupakan simbol kesejahteraan dan kesuburan. Pada motif tumbuhan (pompininie) biasanya terbuat dari beragam kain kulit kayu berwarna-warni, dibentuk menjadi motif bunga-bunga yang kemudian diikat dengan rotan. Kain kulit kayu ini merupakan hasil tenunan tradisional dari kulit kayu nunu dan ivo. Konon, pompeninie ini memiliki kekuatan magis yang dapat menangkal gangguan roh jahat.

Karena rumah adat Tambi hanya memiliki satu ruang utama, maka ia memiliki bangunan tambahan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu Buho (terkadang disebut gampiri). Bangunan yang memiliki dua lantai ini, berfungsi sebagai tempat musyawarah atau menerima tamu (lantai bawah), dan sebagai lumbung padi (lantai atas). Karena fungsinya sebagai tempat menerima tamu, maka letaknya tak jauh dari Tambi.

Bangunan lainnya yang sangat sederhana disebut Pointua, yaitu tempat menumbuk padi, dimana terdapat lesung yang disebut iso berbentuk segi empat panjang bertiang 4 buah dan kadang-kadang terdapat pula lesung bundar yang disebut iso busa. 

2. Pakaian Adat Sulawesi Tengah
Dari demografi suku bangsanya, penduduk Sulawesi Tengah terdiri atas campuran dari sedikitnya 8 suku besar, yaitu Suku Kaili, suku Bugis, suku Mori, suku Toli Toli, suku Saluan, suku Babasal, Gorontalo, dan suku Pamona. Mengetahui kenyataan ini, maka ketika kita akan berbicara mengenai pakaian adat Sulawesi Tengah, kita tidak bisa hanya membahas satu pakaian adat dari salah satu suku tersebut.
1. Pakaian Adat Suku Kaili 
Suku Kaili adalah suku mayoritas di Provinsi Sulawesi Tengah yang mendiami Kabupaten Donggala, Sigi, Parigi-Moutong, Tojo-Una Una, Kabupaten Poso, dan Kota Palu. Karena menjadi suku mayoritas dengan persentase >20%, maka kebudayaan suku Kaili lah yang sering mewakili provinsi ini di kancah nasional, termasuk juga dalam hal pakaian adatnya. Pakaian adat suku Kaili Sulawesi Tengah bernama Baju Nggembe dan Baju Koje. 

Baju Nggembe adalah baju adat khusus wanita atau remaja putri yang dikenakan saat pesta atau upacara adat. Baju ini memiliki bentuk yang unik, yakni segi empat dengan kerah bulat dan blus longgar yang panjang sampai ke pinggang. Penggunaan baju Nggembe dilengkapi dengan beberapa aksesoris di antaranya sampo dada (penutup dada),  dali taroe (anting panjang), gemo (kalung beruntai), ponto date (gelang panjang), dan pende (pending). 

Sebagai bawahan, baju Nggembe dilengkapi dengan sarung tenun donggala yang disebut Buya Sabe Kumbaja. Sarung ini dikepit di pinggang dengan ujung sarung terjuntai di pangkal tangan. Sarung juga dapat diikat dan dilipat ke samping kiri atau kanan pemakainya. Adapun untuk para bujang atau pria, pakaian adat Sulawesi Tengah dari suku Kaili diberi nama Baju Koje dan Puruka Pajana. Baju koje adalah atasan berupa kemeja dengan kerah tegak, dengan lengan yang panjang. Sementara puruka pajana adalah celana lebar yang dilengkapi dengan sarung di pinggang pemakainya. Para pria juga akan mengenakan destar (penutup kepala) yang disebut siga dan keris yang diselipkan di pinggangnya.

2. Pakaian Adat Suku Mori 
Suku Mori adalah suku yang mendiami daerah di sekitar Kabupaten Morowali. Suku ini memiliki pakaian adat yang bernama Lambu. Pakaian adat tersebut untuk perempuannya terdiri atas beberapa pernik yaitu blus berlengan panjang dan rok panjang berwarna merah serta aksesoris lain di antaranya Pewutu Busoki (Konde), Lansonggilo (tusuk konde), tole-tole (anting), enu-enu (kalung), mala (gelang), pebo’o (ikat pinggang), dan sinsi (cincin). Sementara untuk pria, pakaian yang dikenakan antara lain kemeja dan celana panjang berwarna merah, destar penutup kepala yang disebut bate, dan ikat pinggang yang disebut sulepe.

3. Pakaian Adat Suku Saluan 
Suku Saluan mendiami daerah di sekitar Kabupaten Luwuk. Suku ini memiliki pakaian adat yang disebut pakaian Nu’boune dan rok Mahantan untuk perempuan, serta pakaian Nu’moane dan Koja untuk para pria.
Pakaian Nu’boune adalah semacam blus biasa berwarna kuning dengan hiasan bintang sementara rok Mahantan adalah rok panjang semata kaki. Saat menggunakan pakaian ini, wanita suku Saluan juga akan mengenakan aksesoris di antaranya Potto (gelang), Kalong (kalung), sunting (anting), dan Salandoeng (selendang).

Sementara pakaian Nu’moane adalah kemeja biasa dan koja adalah celana panjang berwarna gelap. Para pria akan mengenakan aksesoris berupa topi yang bernama sungkup Nu’ubak dan sarung bernama lipa.
3. Tari tarian Sulawesi Tengah
1. Tari Tradisional Sulawesi Tengah - Tari Pontanu
Tari Pontanu adalah tari tradisional Sulawesi Tengah yang menggambarkan kegiatan para penenun di daerah Donggala, Sulawesi Tengah. Tarian ini biasanya ditarikan oleh para penari wanita dan gerakan dalam tarian ini menggambarkan aktivitas para wanita yang sedang menenun Sarung Donggala, yaitu jenis sarung yang khas dari daerah Donggala. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, festival budaya, bahkan promosi wisata
Tari Pontanu dari Sulawesi Selatan ini biasanya dimainkan oleh 4 orang penari wanita atau lebih. Dalam pertunjukan Tari Pontanu biasanya diawali dengan gerakan tari yang dikreasikan. Kemudian di tengah-tengah pertunjukan penari menari dengan gerakan seperti menenun. Pada babak akhir biasanya diakhiri dengan membentangkan sarung khas Donggala yang dibawa masing-masing penari dan dipertunjukan kepada penonton. Sarung tersebut biasanya juga dimainkan seperti dikibarkan layaknya bendera.
Dalam pertunjukan Tari Pontanu biasanya diiringi oleh alunan musik yang dimainkan dengan menggunakan alat musik tradisional Sulawesi Tengah seperti Ngongi dan Ganda. Ngongi sendiri merupakan jenis alat musik seperti Gong, sedangkan Ganda merupakan jenis alat musik seperti Gendang. Untuk irama yang dimainkan biasanya disesuaikan dengan gerakan para penari sehingga terlihat selaras.

Kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Pontanu biasanya merupakan busana adat. Pada busana atasan biasanya menggunakan baju longgar tanpa lengan yang disebut dengan Baju Nggembe. Sedangkan untuk bawahannya menggunakan sarung khas Donggala yang disebut dengan Buya Sabe. Untuk aksesoris penari biasanya menggunakan Dali Taroe (anting), Polosu Unte (tusuk konde), dan Ponto (gelang). Selain itu, penari juga mengenakan sarung tambahan yang dilipat-lipat dan diselipkan pada bagian pinggang. Sarung ini nantinya digunakan untuk menari di bagian akhir tarian

2. Tari Tradisional Sulawesi Tengah - Tari Pamonte
Tari Pamonte adalah tari tradisional yang mengangkat kegiatan suku Kaili di Sulawesi Tengah saat musim panen padi. mereka memetik dan menuai padi secara bergotong-royong. Pesta panen disebut dengan adat vunja yaitu tradisi masyarakat dalam mensyukuri keberhasilan panen. Dalam tarian ini terlihat jelas proses pengolahan padi menjadi beras. Mulai dari memetik, menumbuk, menapis. Gerak tari pamonte mengikuti syair lagu yang dinyanyikan.

Dalam pertunjukannya, Tari Pamonte ditarikan oleh para penari wanita. Jumlah penari Tari Pamonte ini biasanya terdiri dari 10 orang penari dan seorang Penghulu yang disebut dengan Tadulako. Seorang Tadulako dalam tarian ini berperan sebagai pemimpin tari dan memberikan aba-aba kepada para panari lainnya. Dengan mengenakan busana yang khas layaknya para petani, penari menari dengan gerakannya yang khas mengikuti alunan musik pengiring. 

Gerakan dalam tarian ini dalam tarian ini menggambarkan aktivitas para petani saat masa panen padi, seperti menuai padi, menumbuk padi, menapis dan lain-lain. Gambaran aktivitas petani tersebut dikemas dalam suatu gerak tari yang khas dengan menggunakan caping atau toru sebagai alat yang digunakan untuk menari. 

Dalam pertunjukan Tari Pamonte biasanya diiringi oleh alat musik tradisional seperti Ngongi, Ganda dan alat musik tradisional Sulawesi Tengah lainnya. Selain itu tarian ini juga diiringi dengan nyanyian syair adat yang dinyanyikan oleh pengiring vokal. Gerakan para penari, biasanya juga mengikuti syair yang dibawakan agar terlihat lebih padu. Namun seiring perkembangan teknologi, dan dengan alasan kepraktisan, tari pamonte ada juga yang diiringi dengan musik dari kaset.

Dalam pertunjukan Tari Pamonte, penari menggunakan kostum layaknya para petani dan dipadukan dengan gaya tradisional Sulawesi Tengah. Para penari pamonte biasanya memakai baju kebaya pada bagian atas. Pada bagian bawah biasanya menggunakan kain sarung donggala. Baju kebaya dan sarung tersebut biasanya memiliki motif dan warna khas Sulawesi Tengah. Sedangkan pada bagian kepala biasanya menggunakan kerudung dan memakai caping (toru). 

3. Tari Tradisional Sulawesi Tengah - Tari Balia
Tari Balia merupakan sejenis tarian yang berkaitan dengan kepercayaan animism, yaitu pemujaan terhadap benda keramat, khusunya yang berhubungan dengan pengobatan tradisional terhadap seseorang yang terkena pengaruh roh jahat. 
Pengertian Balia ialah tantang dia (Bali = tantang, ia/iya = dia), yang artinya melawan setan yang telah membawa penyakit dalam tubuh manusia. Balia dipandang sebagai prajurit kesehatan yang mampu untuk memberantas atau menyembuhkan penyakit baik itu penyakit berat maupun ringan melalui upacara tertentu. Masuk atau tidaknya makhluk-makhluk tersebut ditentukan oleh irama pukulan gimba (gendang), lalove (seruling) yang mengiringi jalannya upacara ini.

4. Senjata Tradisional
Sejenis senjata tradisional yang terkenal di Sulawesi Tengah adalah pasatimpo, yaitu sejenis parang yang hulunya bengkok dan sarungnya diberi tali. Jenis senjata panjang yang sering digunakan masyarakat berupa tombak, yang terdiri atas kanjae dan surampa (bermata tiga seperti senjata trisula).
Selain itu jenis senjata tradisional yang lain berupa parang panjang (guma) yang dibuat oleh tukang besi (pande) yang ahli membuat senjata tajam. Sebagai alat pelindung diri dari serangan lawan digunakan perisai (cakalele) yang terbuat dari kayu dan dilapisi dengan sekeping besi tipis. Semua jenis senjata tradisional tersebut terutama digunakan untuk berperang melawan musuh atau melindungi diri dari serangan binatang buas.

Pada saat ini jenis-jenis senjata tradisional yang ada juga digunakan untuk berbagai keperluan dalam rangka aktivitas hidup sehari-hari, seperti untuk mencari kayu bakar, memotong hewan buruan atau piaraan untuk dikonsumsi, dan lain-lain.

5.Suku: 
Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:

  • Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Sigi dan kota Palu
  • Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Sigi
  • Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
  • Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
  • Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
  • Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
  • Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
  • Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
  • Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
  • Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
  • Etnis Bare'e berdiam di Kabupaten Poso,Kabupaten Tojo Una-Una
  • Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
  • Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
  • Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
  • Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
  • Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
  • Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli
  • Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
  • Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala

Di samping 13 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala dan Sigi, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan suku Taa di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.

Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah Sulawesi Tengah adalah Mandar, Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur.

6. Bahasa Daera : 

  • Kulawi,
  • Kaili, 
  • Blatar, 
  • Mori, 
  • Banggai, 
  • dan lain lain.

7.    Lagu Daerah        :

  • Tope Gugu, 
  • Tondok, 
  • Kadadingku.

Anda baru saja membaca artikel dengan judul  Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah , Semoga bermanfaat. Terima Kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kebudayaan maluku utara

senjata tradisional jawa tengah

Pesona Budaya Kalimantan Selatan