Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara

Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara

Kebudayaan di Sulawesi Utara. Selain kaya akan sumber daya alam Sulawesi Utara juga kaya akan seni dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai seni dan budaya dari berbagai suku yang ada di Provinsi Sulawesi Utara justru menjadikan daerah nyiur melambai semakin indah dan mempesona. Berbagai pentas seni dan budaya maupun tradisi dari nenek moyang memberikan warna tersendiri bagi provinsi yang terkenal akan kecantikan dan ketampanan nyong dan nona Manado.

Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar yakni suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang mongondow. Ketiga suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak heran Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (dari Suku Minahasa), Sangie Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)

Propinsi yang terkenal akan semboyan torang samua basudara (kita semua bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan beberapa golongan agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun dari keaneka ragaman tersebut bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu dari berbagai suku dan golongan.
Berikut ini beberapa Kebudayaan di Sulawesi Utara
1. Rumah Adat
Salah satu contoh rumah adat Sulawesi Utara dinamakan “Rumah Pewaris”. Rumah ini dihuni oleh para pemimpin maupun rakyat biasa. Rumah tersebut harus dibuat dari balok atau papak tanpa sambungan. Kayunya tak boleh bengkok sebagai pelambang ketulusan lahir dan batin. Atapnya dari daun rumbia dan dikanan kiri rumah terdapat tangga. Rumah pewaris mempunyai ruang tamu, ruang keluarga, dan kamar kamar.

Kolong rumah tersebut dapat digunakan untuk tempat menyimpan alat alat pertanian maupun alat alat perikanan.didepan rumahnya, pada bagian kanan dan kiri masing masing terdapat sebuah tangga untuk memasuki rumah, kita harus menaiki tangga yang sebelah kanan, sedangkan untuk keluar dari rumah, kita harus menuruni tangga yang sebelah kiri. Seluruh rumah terbuat dari bahan kayu.
2. Pakaian Adat
1. Pakaian Adat Bolaang Mangondow 
Bolaang Mangondow adalah sebuah etnis suku di Sulawesi Utara yang dulunya pernah membentuk sebuah kerajaan dengan nama yang sama. Etnis suku ini memiliki kebudayaan yang cukup maju di masa silam. Hal ini dibuktikan oleh beragam jenis pakaian adat Sulawesi Utara yang dimiliki sesuai dengan peruntukannya.
Untuk pakaian yang digunakan sehari-hari, masyarakat suku Bolaang Mongondow menggunakan kulit kayu atau pelepah nenas yang diambil seratnya. Serat –atau yang disebut oleh orang sana dengan nama “lanut” ini kemudian ditenun sehingga menjadi kain. Kain inilah yang kemudian dijahit menjadi pakaian sehari-hari. Kendati demikian, saat ini pakaian keseharian tersebut sudah sangat jarang bahkan tidak bisa lagi ditemukan. Sebagian besar masyarakat telah ,mengikuti perkembangan zaman sehingga lebih sering mengenakan pakaian dari bahan kapas.
Adapun dalam perhelatan upacara adat, pakaian adat Sulawesi Selatan yang digunakan masyarakat Bolaang Mangondow diberi nama baniang untuk pria dan salu untuk para wanita. Baniang adalah pakaian dari perpaduan antara destar yang diikat di kepala dan pomerus yang diikatkan dipinggang. Sedangkan salu adalah baju dengan kelengkapan kain senket pelekat sebagai atasan dan bawahan serta hiasan emas untuk bagian dada yang disebut hamunse. 
2. Pakaian Adat Minahasa  
Suku Minahasa menghuni daerah di sekitar semenanjung Sulawesi Utara. Suku ini disebut memiliki peradaban yang lebih maju dibanding suku Bolaang Mongondow di masa silam. Hal ini dibuktikan dengan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam memintal kapas untuk menghasilkan kain yang lebih nyaman digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Pakaian tersebut bernama bajang.
Untuk upacara adat, masyarakat Minahasa umumnya mengenakan pakaian adat Sulawesi Utara yang lebih modern. Kemeja dengan bawahan sarung, serta dilengkapi dengan dasi dan destar penutup kepala berbentuk segitiga adalah pilihan utama. Sementara pada wanita cenderung lebih sering menggunakan kebaya dan bawahan kain dengan warna yang sama (yapon), serta hiasan pernik perhiasan lain yang diselipkan di sanggulan rambut, leher, lengan dan telinga. 
3. Pakaian Adat Sangihe dan Talaud  
Pakaian adat Sulawesi Utara dari suku Sangihe Talaud adalah pakaian yang umumnya hanya dikenakan pada saat upacara Tulude. Pakaian ini dibuat dari bahan serat kofo atau sejenis tanaman pisang dengan serat batang yang kuat. Serat ini dipintal, ditenun, dan dijahit menjadi selembar pakaian yang disebut pakaian laku tepu.
Laku tepu adalah pakaian dengan baju lengan panjang dan untaiannya sampai tumit. Pakaian ini dikenakan bersama perlengkapan lain yaitu popehe (ikat pinggang), paporong (penutup kepala), bandang (selendang di bahu), dan kahiwu (rok rumbai). Pakaian dan perlengkapan ini digunakan baik oleh wanita maupun para pria dengan warna dasar kuning, merah, hijau, atau warna cerah lainnya.
3. Tarian Daerah Sulawesi Utara

  1. Tari Maengket, merupakan tari pergaulan yang dilakukan secara berpasang pasangan. Menggambarkan suasana kasih sayang dan cumbuan.
  2. Tari Polopalo, adalah tari pergaulan bagi muda mudi daerah Gorontalo.
  3. Tapi Panen, tari ini menggambarkan kegembiraan masyarakat Minahasa yang secara gotong royong melaksanakan panen cengkeh dan kopra. Ditarikan oleh sekelompok wanita, garapan tai ini didasarkan atas unsur unsur gerak tari tradisi setempat.
  4. Tari Cakalele, adalah tari yang melambangkan keprajuritan dan kegagahan.

4. Senjata Tradisional
Keris merupakan senjata tradisional yang biasa dipakai oleh rakyat di Sulawesi Utara. Bentuknya lurus tanpa berlekuk lekuk. Sedangkan senjata terkenal lainnya adalah peda (semacam parang), sabel,tombak, dan perisai.
Pedan dan parang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk bertani atau menyadap enau. Pedan ini bentuknya pendek dengan ukurun 50cm, terbuat dari besi. Hulunya terbuat dari kayu yang keras dan ujungnya bercabang dua.
Sabel termasuk jenis peda dengan ukuran lebih panjang, yaitu 1-1,5m. Hulunya juga bercabang dua dan dipakai untuk perang, perisai sebagai penangkis terbuat dari kayu, diberi ukiran dengan motif motif binatang atau daun daun.

5. Suku  : 
 Minahasa suku terbesar di Provinsi Sulawesi Utara (30%)

  1. Sangir (19.8%)
  2. Mongondow (11.3%)
  3. Gorontalo (7.4%)
  4. Tionghoa (3%)
  5. Lainnya ( Jawa, Sunda, Bugis, Makasar, Bali, dan kaum pendatang (29.5%)

Masyarakat Sulawesi Utara, khususnya Suku Minahasa mengenal adanya adat - istiadat Mapalus. Mapalus adalah suatu sistem atau teknik kerja sama untuk kepentingan bersama dalam budaya Suku Minahasa. Secara fundamental, Mapalus adalah suatu bentuk gotong royong tradisional yang memiliki perbedaan dengan bentuk-bentuk gotong royong modern, misalnya: perkumpulan atau asosiasi usaha.  
Secara filosofis, MAPALUS mengandung makna dan arti yang sangat mendasar. MAPALUS sebagai local spirit and local wisdom Masyarakat Minahasa yang terpatri dan berkohesi di dalamnya: 3 (tiga) jenis hakikat dasar pribadi manusia dalam kelompoknya, yaitu: Touching Hearts, Teaching Mind, dan Transforming Life. Mapalus adalah hakikat dasar dan aktivitas kehidupan orang Minahasa (Manado) yang terpanggil dengan ketulusan hati nurani yang mendasar dan mendalam (touching hearts) dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab menjadikan manusia dan kelompoknya (teaching mind) untuk saling menghidupkan dan menyejahterakan setiap orang dan kelompok dalam komunitasnya (transforming life). 

Menurut buku, The Mapalus Way, mapalus sebagai sebuah sistem kerja yang memiliki nilai-nilai etos seperti, etos resiprokal, etos partisipatif, solidaritas, responsibilitas, gotong royong, good leadership, disiplin, transparansi, kesetaraan, dan trust. Seiring dengan berkembangnya fungsi-fungsi organisasi sosial yang menerapkan kegiatan-kegiatan dengan asas Mapalus, saat ini, Mapalus juga sering digunakan sebagai asas dari suatu organisasi kemasyarakatan di Minahasa.
Mapalus berasaskan kekeluargaan, keagamaan, dan persatuan dan kesatuan. Bentuk Mapalus, antara lain:

  • Mapalus tani
  • Mapalus nelayan
  • Mapalus uang
  • Mapalus bantuan duka dan perkawinan; dan,
  • Mapalus kelompok masyarakat.

Dalam penerapannya, Mapalus berfungsi sebagai daya tangkal bagi resesi ekonomi dunia, sarana untuk memotivasi dan memobilisasi manusia bagi pemantapan pembangunan, dan merupakan sarana pembinaan semangat kerja produktif untuk keberhasilan operasi mandiri, misalnya: program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Prinsip solidaritas yang tercermin dalam Mapalus terefleksi dalam perekonomian masyarakat di Minahasa, yaitu dikenalkannya prinsip ekonomi Tamber.
Prinsip ekonomi Tamber merujuk pada suatu kegiatan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, atau warga sewanua (sekampung) secara sukarela dan cuma-cuma, tanpa menghitung-hitung atau mengharapkan balas jasa. Prinsip ekonomi Tamber berasaskan kekeluargaan. Dari segi motivasi adat, prinsip ini mengandung suatu makna perekat kultural (cagar budaya) yang mengungkapkan juga kepedulian sosial, bahkan indikator keakraban sosial Faktor. kultural prinsip ekonomi Tamber berdasarkan keadaan alam Minahasa yang subur dan berlimpah, dan tipikal orang Minahasa yang cenderung rajin dan murah hati. Budaya Gotong Royong yang terbentuk dalam satu ikatan persaudaran ini banyak dijumpai di banyak Budaya Indonesia. Hal ini hampir serupa dengat adat istiadat Pela Gandong di Maluku, yang terbentuk dalam suasana keberagaman dalam satu ikatan gotong royong.
6. Bahasa Daerah : 
Gorontalo, Mongondow, Sangir, Minahasa, dan lain lain.

7. Lagu Daerah

  • Esa Moka
  • Gadis Teruna
  • O Ina Ni Keke
  • Si Patokan
  • Sitara Tillo
  • Tahanusangkara
  • Tan Mahurang 

Anda baru saja membaca artikel dengan judul Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara, Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kebudayaan maluku utara

Pesona Budaya Nanggroe Aceh Darussalam

budaya kalimantan tengah