Kebudayaan Provinsi Papua P apua adalah provinsi yang berada
paling timur dalam wilayah Indonesia. Dengan wilayah seluas 309.934,4
km2...
Kebudayaan Provinsi Papua
Papua
adalah provinsi yang berada paling timur dalam wilayah Indonesia.
Dengan wilayah seluas 309.934,4 km2, provinsi ini menjadi provinsi
terluas di Indonesia. Saking luasnya, masyarakat Papua yang hidup dari
latar belakang suku berbeda, hidup terpencar-pencar. Suku asli
masyarakat Papua sendiri berjumlah ratusan dengan beberapa suku
mayoritas di antaranya suku Dani, Damal, Amungme, Arfak, Asmat, Yali,
dan lain sebagainya. Masing-masing suku ini memiliki adat dan istiadat
yang berbeda-beda. Kendati begitu, di antara adat istiadat tersebut
terdapat beberapa kesamaan.
1. Rumah Adat
Rumah adat Papua tersebut bernama rumah Honai. Rumah Honai
sendiri sebutan bagi rumah para pria Papua dewasa yang berbentuk
seperti kerucut dan dibangun dari material yang murni 100% dari alam.
Berdasarkan fungsinya sendiri, rumah Honai dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu rumah bagi Pria (yang disebut Honai), rumah bagi wanita (Ebei),
dan rumah yang khusus digunakan untuk kandang hewan atau babi (Wamai).
Ketiga jenis rumah Honai ini dari strukturnya terlihat sama persis,
hanya saja untuk rumah yang dikhususkan bagi pria ukurannya biasanya
lebih tinggi.
1. Struktur Honai
Rumah Adat Papua Berbeda dengan kebanyakan rumah adat di Indonesia yang
berstruktur panggung, rumah Honai sendiri memiliki lantai berupa tanah.
Lantai rumah honai ada 2, lantai pertama yang beralas tanah biasanya
digunakan untuk tempat berkumpul, bermusyawarah, dan beraktivitas saat
malam hari, dan lantai kedua yang beralas papan digunakan untuk tempat
tidur. Untuk menghubungkan lantai pertama dan kedua, digunakan sebuah
tangga yang terbuat dari kayu, sementara itu di tengah lantai pertama
biasanya juga terdapat tempat membakar kayu (membuat api unggun) yang
digunakan untuk menghangatkan ruangan saat malam hari.
Rumah
honai berukuran sempit yaitu tinggi sekitar 3 meter dan diameter
sekitar 5 meter. Meski sempit, rumah adat Papua ini diisi oleh banyak
orang antara 5 sd 10 orang, hal ini dimaksudkan agar suhu di dalam rumah
bisa tetap terjaga hangat. Untuk menjaga suhu tetap hangat, rumah honai
juga tidak dilengkapi dengan jendela. Pintu rumah adat ini pun hanya
ada 1 buah terletak di bagian depan rumah. Karena desain seperti ini,
terlebih saat malam api unggun dinyalakan di dalam rumah, maka rumah ini
akan terasa begitu pengap terutama bagi mereka yang pertama kali
memasukinya.
Secara keseluruhan, rumah Honai dibuat dari material yang bisa diperoleh
dari alam. Tiang-tiang penyangga rangka atap terbuat dari kayu bulatan
berukuran kecil, dindingnya terbuat dari bilah papan bagian luar, lantai
kedua terbuat dari papan, sementara atapnya yang melengkung terbuat
dari jerami atau alang-alang kering.
2. Makna Filosofis Rumah Honai
Bagi masyarakat adat Papua, Honai bukan hanya sekedar bangunan rumah
tempat tinggal semata. Rumah honai bagi mereka juga dianggap sebagai
tempat pengajaran kehidupan. Rumah honai untuk pria digunakan sebagai
tempat untuk mendidik para pemuda tentang cara bertahan hidup dan
menjadi pria sejati yang bertanggung jawab atas kehidupan kelompoknya,
sementara rumah Ebei untuk wanita digunakan sebagai tempat pengajaran
bagi para gadis dan anak perempuan tentang cara mengurus rumah tangga
dan bagaimana menjadi wanita seutuhnya setelah mereka kelak menikah dan
memiliki anak. Demikian pemaparan yang dapat kami sampaikan tentang
arsitektur rumah adat Papua yang bernama Rumah Honai. Semoga dapat
dengan mudah dipahami dan dapat menambah wawasan budaya Anda terutama
tentang kehidupan masyarakat Papua.
2. Pakaian Adat
Secara
umum, masyarakat Papua hidup di daerah-daerah yang terisolir. Mereka
menyebar di dalam penjuru hutan membentuk komunitas adat secara
terpisah. Karena hal ini berlangsung sejak zaman dahulu, perkembangan
modernisasi sangat lambat di Papua. Hal ini berimplikasi pada pemenuhan
kebutuhan hidup mereka yang serba mengandalkan alam, termasuk dalam
pemenuhan kebutuhan sandang.
Dalam pemenuhan kebutuhan akan sandang, hubungan erat masyarakat Papua
dan alam dapat dilihat dari pakaian adat tradisional yang mereka
kenakan. Pakaian adat Papua dan aksesorisnya secara keseluruhan terbuat
dari 100% bahan alami dengan cara pembuatan yang sangat sederhana.
Berikut ini penjelasan dari pakaian-pakaian tersebut.
1. Koteka
Koteka
adalah sebuah penutup kemaluan sekaligus pakaian adat laki-laki Papua.
Pakaian ini berbentuk selongsong yang mengerucut ke bagian depannya.
Koteka dibuat dari bahan buah labu air tua yang dikeringkan dan bagian
dalamnya (biji dan daging buah) dibuang. Labu air yang tua dipilih
karena cenderung lebih keras dan lebih awet dibanding labu air muda,
sementara pengeringan dilakukan agar koteka tidak cepat membusuk.
Beberapa
suku menyebut koteka dengan nama hilon, harim, atau bobbe. Koteka
digunakan sebagai pakaian sehari-hari maupun sebagai pakaian saat
melakukan upacara adat dengan cara diikat ke pinggang menggunakan seutas
tali sehingga ujung koteka mengacung ke atas. Khusus untuk yang
dikenakan saat acara adat, koteka yang digunakan biasanya berukuran
panjang serta dilengkapi dengan ukiran-ukiran etnik. Sementara untuk
yang dikenakan saat bekerja dan aktivitas sehari-hari koteka yang
digunakan biasanya lebih pendek.
Di antara jenis pakaian adat Papua lainnya, koteka menjadi yang paling
populer, bahkan bagi masyarakat dunia. Turis-turis yang datang ke Papua
biasanya akan membeli koteka dan menjadikannya sebagai cendera mata khas
Papua.
2. Rok Rumbai
Jika
para pria mengenakan koteka, maka para wanita Papua akan mengenakan rok
rumbai. Rok rumbai adalah pakaian adat Papua berupa rok yang terbuat
dari susunan daun sagu kering yang digunakan untuk menutupi tubuh bagian
bawah. Dalam beberapa kesempatan, selain dikenakan wanita, rok rumbai
juga bisa dikenakan para pria. Rok rumbai umumnya akan dilengkapi dengan
hiasan kepala dari bahan ijuk, bulu burung kasuari, atau anyaman daun
sagu.
3. Perlengkapan Lain Pakaian Adat Papua
Selain
koteka dan rok rumbai, orang-orang suku asli Papua juga mengenal
aksesoris lain yang digunakan untuk mempercantik penampilannya saat
mengenakan pakaian adat. Pelengkap pakaian adat Papua tersebut misalnya
manik-manik dari kerang, taring babi yang dilekatkan di antara lubang
hidung, gigi anjing yang dikalungkan di leher, tas noken (tas dari
anyaman kulit kayu untuk wadah umbi-umbian atau sayuran yang dikenakan
di kepala), serta senjata tradisonal adat Papua yaitu berupa tombak,
panah, dan sumpit.
3. Tari tarian Daerah
1. Tari Musyoh
Tari
Musyoh merupakan salah satu tarian sakral asal Papua, dan tarian ini
diadakan jika ada sanak saudara ataupun warga yang mengalami kecelakaan
maut dan diperkirakan arwahnya tidak tenang. Jika kita lihat dari unsur
gerakannya, tarian ini mencerminkan masyarakat Papua yang lincah dan
energik.
Dan biasanya penarinya terdiri dari sekelompok penari pria.Menurut
budayanya, tarian ini dapat bermanfaat untuk mengusir arwah yang
gentayangan.Kostum yang digunakan adalah pakaian adat Papua yang terdiri
dari Koteka, Rok rumbai, dan peralatan perang seperti tameng dan
tombak.
Sedangkan alat musik yang digunakan adalah tifa.
2. Tari Sajojo
Tari
Sajojo dibuat untuk mencerminkan budaya warga Papua yang senang
bergaul. Tarian ini dapat ditarikan dengan jumlah penari yang sangat
banyak, tidak terpatok dengan jenis kelamin dan dapat ditarikan oleh
anak muda ataupun tua. Konon, tarian ini sudah ada semenjak tahun
1990-an. Karena gerakannya ceria, tarian ini menjadi terkenal dengan
pesat dikalangan penduduk Papua, bahkan saat zamannya tarian ini sering
dipertontokan di acara TV nasional.
Mengapa dinamakan Sajojo?
Karena
musik yang digunakan untuk mengisi tarian ini adalah lagu Sajojo.
Seperti poco-poco, selalu itu-itu saja yang dilantunkan. Sejarah
singkatnya, tarian ini menceritakan seorang bunga desa yang banyak
diidolakan dikampungnya. Karenanya, tarian ini masih dilestarikan hingga
sekarang dan menjadi tarian yang dicari wisatawan asing. Kostum yang
digunakan adalah kostum adat Papua.
3. Tari Yospan
Tari
Yospan adalah salah satu tarian tradisional asal Papua yang satu
kategori dengan Tari Sajojo, dimana tarian ini menandakan pergaulan
masyarakat Papua. Hal ini terlihat dengan gerakannya yang sangat
energik. Tarian ini cukup terkenal lho, dan biasa digunakan bila ada
acara-acara besar seperti upacara adat, acara seni budaya, dan upacara
penyambutan.
Sejarah
singkatnya, Tari Yospan adalah hasil dari penggabungan Tari Pancar dan
Tari Yosim. Gerakannya seperti loncat-loncat, jalan-jalan, memutar dan
sebagainya terinspirasi dari pertunjukan akrobat pesawat saat zaman
penjajahan Belanda. Sekarang, tarian ini telah mengalami berbagai
perubahan agar lebih kaya dan bervariatif. Untuk tarian ini, tidak
terpatok pada jumlah penari, namun biasanya ditarikan secara masal dan
beramai-ramai. Musik yang digunakan adalah musik tradisional Papua.
4. Tari Perang
Tari
perang merupakan salah satu tarian tradisional Papua. Dimana tarian ini
memiliki makna jiwa kepahlawanan masyarakat Papua.Karena tarian ini
menunjukan jiwa seseorang yang gagah perkasa. Maka biasanya ditarikan
oleh laki-laki dengan pakaian adat tradisional beserta perlengkapan
perang.
Sejarah singkatnya, diambil dari kisah zaman dulu yang sering terjadi peperangan antar suku Sentani dan suku-suku lainnya.
Kemudian para leluhur membuat tarian ini dengan tujuan memberikan
semangat para pasukan Papua. Dan seiring zaman, peperanganpun sudah
ditiadakan, namun tarian ini masih tetap dibudidayakan.
Sekarang, tarian ini hanya simbolik untuk menghargai para leluhur saja
yang telah mati-matian melindungi daerah Papua.Biasanya tarian ini
ditarikan oleh 7 orang ataupun lebih. Musik yang digunakan dalam tarian
ini adalah kerang, tifa dan gendang. Tariannya pun cukup energik dan
menampilkan beberapa gerakan perang, antara lain memanah, loncat,
mengintip musuh, dan lain-lain.
4. Senjata Tradisional
1. Pisau Belati
Pisau
Belati pada umumnya dibuat dari bilah logam, di Papua justru hanya
terbuat dari tulang kaki burung kasuari , burung endemik Papua. Tulang
kaki burung kasuari dipilih karena mudah dibentuk dan ditajamkan tapi
tetap memiliki struktur yang kuat. Pada gagang atau pegangan senjata
tradisional Papua ini biasanya juga dilengkapi dengan hiasan bulu burung
kasuari atau serat alam.
2.Busur dan Panah
Busur
dan Panah adalah merupakan salah satu senjata utama khas suku-suku yang
ada di Papua. Senjata tradisional busur dan panah ini digunakan untuk
berburu dan berperang. Busur tersebut dibuat dari bambu atau kayu,
sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari
bambu, kayu atau tulang kangguru.
Karena bahan-bahan busur dan panah yang terbuat dari alam, maka
diperlukan keahlian khusus untuk menggunakan senjata tradisional
tersebut.
3. Tombak
Tombak
digunakan untuk berburu dan perang. Ia dibuat dari kayu pada
pegangannya dan batu atau tulang tajam sebagai matanya. Seiring
perkembangan zaman, di masa kini mata tombak kerap ditemukan terbuat
dari logam. Selain itu, modifikasi mata tombak yang beragam.
4. Kapak Batu
Kapak
batu biasa digunakan oleh masyarakat Suku Asmat sebagai alat untuk
menebang pohon dan membantu mereka dalam proses pembuatan sagu. Lebih
dari sekadar senjata, kapak batu bagi Suku Asmat merupakan benda yang
mewah, mengingat cara pembuatannya yang rumit dan bahan baku batu nefrit
yang sulit ditemukan. Bahkan, karena dianggap sangat berharga, kapak
batu oleh masyarakat Suku Asmat sering dijadikan mahar dalam suatu
pernikahan.
6. Bahasa Daerah :
- Bahasa Abinomn, Foya, Foja - (Jayapura )
- Bahasa Abun ( Karon Pantai)
- Bahasa Aghu, Dyair - (Merauke )
- Bahasa Aikwakai, Tori, Aikwakai-Tori, Sikari, Ati, Eritai, Araikurioko - (Jayapura )
- Bahasa Airoran - (Jayapura)
- Bahasa Airo-Sumaghaghe - (Merauke)
- Bahasa Ambai - (Yapen Waropen)
- Bahasa Amber, Amberi, Waigeo, Waigiu - (Sorong)
- Bahasa Amberbaken, Kebar, Dekwambre, Ekware - (Manokwari)
- Bahasa Anasi ?
- Bahasa Ansus - (Yapen Waropen)
- Bahasa Anus - (Jayapura)
- Bahasa Arandai, Dombanu, Sebyar, Yaban, Jaban - (Manokwari)
- Bahasa Arguni - (Fakfak )
- Bahasa As ?
- Bahasa Asmat - (Merauke )
- Bahasa Asmat Pantai Kasuari - (Merauke)
- Bahasa Asmat Tengah - (Merauke)
- Bahasa Asmat Utara, Keenok - (Merauke)
- dll
7. Lagu Daerah :
- Apuse
- Yamko Rambe Yamko
- E Mambo Simbo
- Sajojo
- Wesupe
- Rasine Ma Rasine
- Diru Diru Nina
- Goro-Gorone
Anda baru saja membaca artikel dengan judul
Kebudayaan Provinsi Papua, Semoga bermanfaat. Terima Kasih
Komentar
Posting Komentar