Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
1. Rumah Adat
Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki beragam rumah adat, dtechnoindo hanya
mengambil 2 rumah adat yang unik dan menarik yaitu Mbaru Niang dan Sao
Ria Tenda Bewa Moni Koanara.
Rumah adat Mbaru Niang bentuknya seperti cone yang dibalik, yaitu
kerucut menjulur ke bawah dan hampir menyentuh tanah. Strukturnya
setinggi 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Atap rumah adat Nusa
Tenggara Timur ini diisi oleh daun lontar yang ditutupi ijuk atau
ilalang dan kerangka atap terbuat dari bambu sedangkan pilar rumah
menggunakan kayu worok yang besar dan kuat. Hebatnya rumah adat ini
tidak memakai paku tetapi menggunakan tali rotan untuk mengikat
konstruksi bangunan. Meski bangunannya tidak terlalu besar, setiap mbaru
niang bisa diisi oleh enam sampai delapan keluarga.
Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang
berbeda beda. Secara berurutan tersusun dari lutur, lobo, lentar, lempa
rae, dan terakhir hekang kode. Tingkat pertama disebut lutur atau tenda,
biasa digunakan sebagai tempat hunian dan berkumpul dengan keluarga.
Tingkat kedua adalah lobo atau loteng yang berfungsi untuk menaruh bahan
makanan dan barang sehari-hari. Tingkat ketiga disebut lentar untuk
menaruh benih-benih tanaman pangan yang digunakan untuk bercocok tanam,
seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan. Tingkat keempat disebut
lempa rae yaitu ruangan untuk stok pangan apabila terjadi gagal panen
atau hasil panen kurang berhasil akibat kekeringan, dan tingkat kelima
disebut hekang kode untuk tempat menaruh sesajian persembahan kepada
leluhur.
Mbaru niang di Wae Rebo merupakan rumah adat warisan nenek moyang
ratusan tahun yang lalu yang diturunkan terus menerus kepada
keturunannya. Banyak Mbaru Niang yang mengalami kerusakan karena untuk
memperbaikinya membutuhkan biaya yang banyak. Sampai akhirnya seorang
arsitek dari Jakarta, yaitu Yori Antar, dan kawan – kawannya yang sangat
mengagumi rumah adat ini mengadakan gerakan untuk mengumpulkan dana
bagi pelestarian dan perbaikan kembali rumah adat ini sehingga kini
sudah berdiri 7 rumah kerucut mbaru niang yang nyaman untuk ditinggali
dan bagus untuk dijadikan wisata.
B.Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara
Ada tiga jenis rumah Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara, yaitu rumah baku,
rumah tinggal dan lumbung padi. Rumah baku digunakan untuk menyimpan dan
melestarikan tulang tengkorak milik leluhur dan sudah ada 13 keturunan
yang tulang tengkoraknya dilestarikan di simpan di rumah ini. Kemudian
rumah baku dengan atap yang seluruhnya menyentuh tanah berfungsi sebagai
rumah penyimpanan hasil panen sawah. Sedangkan rumah dengan kepala
kerbau yang disangkutkan di depan pintu rumah merupakan rumah hunian.
Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara yang berfungsi sebagai lumbung padi
berbentuk panggung dan persegi empat. Pada bagian dasar rumah terdapat
jejeran tumpukan batu yang membuat rumah lebih tinggi dari tanah. Dari
jauh, rumah ini seperti tidak memiliki pintu masuk.
2. Pakaian Adat
Nusa Tenggara
Timur atau NTT merupakan sebuah provinsi yang dulunya merupakan bagian
dari kepulauan Sunda Kecil. Sesuai dengan namanya, provinsi ini terdiri
atas beberapa pulau, di antaranya Pulau Flores, Sumba, Timor, Alor,
Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo, dan Pulau Palue.
Keberagaman dari suku yang tinggal di pulau-pulau tersebut membuat
kebudayaan dan tradisi yang sangat heterogen saling membaur satu sama
lain di Nusa Tenggara Timur. Salah satu budaya yang dapat kita amati
misalnya adalah pakaian adatnya.
Pakaian adat Suku Rote merupakan simbol pakaian adat NTT di kancah
nasional. Pakaian ini dipilih karena memiliki desain yang sangat unik
dan sarat nilai filosofis. Salah satu keunikannya terletak pada desain Ti’i langga. Ti’i langga
adalah sebuah penutup kepala dengan bentuk seperti topi sombrero khas
Meksiko yang dibuat dari daun lontar kering. Selain untuk pelengkap
penampilan, topi adat suku Rote ini juga dianggap sebagai simbol wibawa
dan kepercayaan diri bagi para pria Rote. Topi Ti’i langga adalah
pelengkap utama pakaian adat Rote yang bernama pakaian Tenun Ikat.
Sesuai dengan namanya, pakaian tenun ikat lebih didominasi oleh kain
tenun khas Rote. Untuk para pria Rote, kemeja putih lengan panjang
menjadi atasan dan sarung tenun ikat warna gelap menjadi bawahan.
Selendang dari kain dengan motif yang sama juga diselempangkan di bahu
untuk penutup dada. Sementara untuk para wanita Rote, perpaduan kebaya
dan bawahan berupa tenunan tangan menjadi pilihan utama.
B. Pakaian Adat Suku Sabu
Suku Sabu adalah suku mayoritas yang bermukim di Pulau Rai Hawu atau
Sabu, Kabupaten Kupang. Suku ini juga memiliki pakaian adat NTT khas
yang bernama pakaian adat Sabu. Untuk para pria, perlengkapan yang
dikenakan adalah kemeja putih lengan panjang, bawahan dan selendang yang
diselempangkan ke bahu berupa sarung tenun, ikat kepala berupa mahkota
tiga tiang terbuat dari emas kalung mutisalak, sabuk berkantong,
perhiasan leher (habas), dan sepasang gelang emas. Sementara untuk para
wanita, kebaya dan kain tenun dengan 2 kali lilitan adalah pilihan
utamanya. Kain tenun tersebut berupa sarung dengan ikat pinggang bernama
pending.
C. Pakaian Adat Suku Helong
Helong adalah suku mayoritas yang mendiami pulau Timau atau pulau Semau.
Dari asal usulnya, suku ini disebut berasal dari pulau Halong di
Maluku. Suku ini memiliki pakaian adat NTT khas yang bernama pakaian
adat Helong. Untuk pria pakaian adat ini berupa selimut besar yang
diikat di pinggang sebagai bawahan, baju bodo (kemeja), destar sebagai
pengikat kepala, dan habas atau perhiasan leher. Sementara untuk
perempuannya, mereka menggunakan kebaya -kadang berupa kemben saja,
sarung yang diikat dengan ikat pinggang emas (pending), perhiasan kepala
bula molik (bulan sabit), giwang (karabu), dan hiasan leher yang juga
berbentuk bulan
D. Pakaian Adat Suku Dawan
Suku Dawan adalah suku yang mendiami wilayah di sekitar Kabupaten
Kupang, Kabupaten Timor, dan sebagian Kabupaten Belu. Suku ini memiliki
pakaian adat NTT yang bernama baju amarasi. Baju amarasi untuk pria
berupa selimut dari kain tenun ikat, baju bodo, kalung habas berbandung
gong, ikat kepala dengan hiasan tiara, muti salak, dan gelang timor.
Sementara baju amarasi untuk wanita berupa sarung tenun sebagai bawahan,
selendang penutup dada, kebaya, kalung muti salak, hiasan kepala berupa
tusuk konde dengan 3 buah koin, sisir emas, dan sepasang gelang kepala
ular.
A.Tari Hopong
Tari Hopong adalah merupakan salah satu ritual adat yang ada di
masyarakat Helong yang bermukim di Pulau Timor dan Pulau Semao Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT). Upacara Hopong adalah merupakan ritual yang
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan
dan Nenek Moyang. Upacara dan tarian Hopong ini dilakukan pada masa
panen di sebuah rumah yang telah ditentukan bersama dengan dihadiri oleh
para tetua adat serta lapisan masyarakat Helong. Tarian Hopong
menggambarkan kehidupan bersama, nilai religius dan gotong royong
masyarakat Helong. Tarian Hopong diiringi dengan musik tradisional yang
dimainkan dari gendang, tambur dan gong.
B. Tari Kataga
Tari Kataga adalah tarian khas Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang bernuansa peperangan. Tari Kataga adalah tarian perang
dari Kabupaten Sumba Barat, NTT, yang dilakukan oleh sejumlah penari
pria dengan mengenakan kostum / pakaian tradisional khas NTT dilengkapi
dengan senjata tradisional berupa pedang dan perisai.Tarian Kataga
biasanya ditampilkan diberbagai acara adat, penyambutan tamu maupun
pertunjukan budaya yang diadakan oleh pemerintah NTT maupun masyarakat.
Tari Kataga ini dimainkan oleh 8 orang atau lebih penari pria dengan
kostum adat khas Sumba dan dilengkapi senjata seperti pedang dan
perisai. Dalam pertunjukannya para penari dibagi menjadi dua kelompok
yang menggambarkan dua kubu yang saling berperang. Dengan diiringi oleh
iringan musik yang cepat, para penari menari sambil meneriakan suara
yang khas sehingga membuat suasana pertunjukan semakin meriah.
Gerakan tarian ini biasanya didominasi dengan gerakan mengayunkan pedang
dan gerakan kaki yang meloncat-loncat diikuti dengan gerakan badan
seperti mengindari serangan. Selain itu juga diselingi dengan gerakan
menepukan perisai pada saat formasi berbaris.
Dalam pertunjukan Tari Kataga biasanya hanya diiringi oleh beberapa alat
musik gong yang dimainkan dengan irama cepat. Selain itu suara teriakan
para penari, tepukan perisai dan suara gemrincing dari lonceng kecil
yang dipasang dibadan penari, juga diatur serta diselaraskan dengan
musik pengiring sehingga menghasilkan perpaduan suara yang sangat khas.
C.Tari Dolo
Dolo adalah termasuk dalam kategori tari pergaulan yang berkembang dan
populer di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tari Dolo
dikategorikan sebagai tarian massal yang dapat diikuti oleh massa rakyat
dari semua kalangan. Namun dolo sangat menonjol bagi muda – mudi
sebagai arena perjumpaan untuk membangun persahabatan, termasuk untuk
menemukan jodoh dan menjalin cinta dua sejoli.
Kata dolo yang kita kenal selama ini, bermula dari kata dola, yakni
paduan nada do dan nada la dalam sistem solmisasi sebagai standar bunyi
atau nada awal untuk menyampaikan syair/pantun. Spontan muncul seorang
pelaku melantunkan nada awal ini, dan disambut pelaku – pelaku lainnya
dengan nada ini dijadikan pegangan/standar dalam refrein dan berbalas
pantun.
Dolo menampilkan syair/pantun, lagu, dan gerak. Syair sangat beragam
sesuai keberagaman pengalaman hidup. Lagu dan gerak dalam dolo sangat
bersahaja. Lagunya singkat yang dinyanyikan berulang – ulang, interval
nadanya tidak jauh berbeda. Formasi yang tunggal dengan membentuk
lingkaran. Geraknya tidak banyak bervariasi : gerak kaki maju, mundur,
ke kiri, ke kanan dua kali untuk setiapnya melakukan gerak sentak yang
cepat dalam irama yang lambat. Kelingking berkait digerakkan ke
belakang, diangkat ke atas dan turun ke depan, kembali lagi ke belakang
secara berulang.
Dolo sebagai kesenian rakyat penciptanya anonim dan dikatakan sebagai
milik masyarakat pendukungnya. Sebagai karya seni, hakekatnya
menyenangkan dan menggembirakan (nikmat) dan berguna (ada nilai dan
pesan). Orang senang bermain dolo (atau sekedar menonton) karena ada
keramaian di tengah kesunyian alam desa, ada kebersamaan dalam
kesendirian dan kesepian, ada pentas seni yang menampilkan keindahan.
Orang senang bermain dolo (atau sekedar hadir di arena pentas) karena
ada pesan yang dikemas lewat syair dan ada nilai di balik seluruh
situasi seperti kebersamaan, persaudaraan dan kekeluargaan. Bagi kaum
muda tentu lebih menyenangkan dan bermanfaat. Bisa bersama kekasih
melewati lorong kampung yang sempit di keremangan terang bulan, bisa
bertemu jodoh ketika berbalas pantun yang bukan sekedar basa – basi.
D. Tari Cerana
Tari Cerana merupakan tarian daerah Kupang Nusa Tenggara Timur yang
ditampilkan untuk penyambutan tamu.Tari Cerana ditampilkan oleh penari
pria dan 6 orang penari wanita dengan menggunakan busana atau pakaian
adat daerah NTT serta iringan musik. Gerakan para penari lebih cenderung
lembut sebagai simbol kehormatan. Awal pertunjukan penari wanita menari
dengan iringan musik dan pria bergabung dengan gerakan antara pria dan
wanita berbeda. Gerakan wanita lembut dengan ditangan sirih dan pinang
untuk diberikan kepada penonton, sedangkan penari pria dengan gerakan
tangan direntangkan.
Alat musik yang digunakan adalah Sasando dengan tempo lambat dan
cenderung lembut, sehingga akan terjalin hubungan harmoni antara gerakan
dengan iringan sasando. Kostum tari ini dengan pakaian adat. Pada
rambut dengan menggunakan konde dan sarung dari dada sampai kaki. Konde
tersebut cerminan khas kupang serta ikat kepala yang berbentuk sabit.
Aksesoris tari ini seperti kalung, gelang, dan sabuk berbentuk khas.
Penari pria dengan pakaian adat berupa baju lengan panjang kain
selampang serta sarung serta menggunakan ikat kepala serta dilengkapi
dengan kalung yang khas.
A. Sundu
Senjata tradisional menyerupai Keris, berbentuk lurus dan pegangannya menyerupai bentuk sayap burung. Ada pula motif horizontal melingkar pada sarung Sundu. Senjata yang umumnya dipakai oleh penduduk NTT adalah Sundu atau Sudu, semacam keris. Penduduk menganggapnya sebagai senjata tikam yang keramat.
B. Kabeala (Parang Pinggang)
Senjata sejenis parang berasal dari pulau Sumba dengan variasi ukuran
panjang 48, 50,5; 53 dan 58,5 Cm. Parang yang selalu di pinggang pria
dewasa menjadi pemandangan luas di Sumba yang kini merupakan wilayah
empat kabupaten, yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba
Barat Daya. Pemandangan seperti itu dijumpai mulai dari pedesaan hingga
kota. Membawa parang belum tentu berhubungan dengan kebutuhan kerja.
5. Suku :
Suku dan marga yang terdapat di daerah Nusa Tenggara Timur adalah : Timor, Rote, Flores, Sabu, Dawan, Belu, Sumba, Helong, dan lain lain.
6. Bahasa Daerah :
Sumba Timor, Hawu, Beku.
7. Lagu Daerah :
Potong Bebek, Desaku, Anak Kambing Saya.
Anda baru saja membaca artikel dengan judul Mengenal Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Semoga Bermanfaat. Terima Kasih
Komentar
Posting Komentar